Arsitektur Biofilik

Arsitektur Biofilik Ave Harysakti

Pendahuluan

Perancangan Arsitektur Berkelanjutan merupakan metode desain dalam arsitektur yang peduli dengan perubahan iklim global dan konservasi sumber daya alam tak terbarukan agar masa depan generasi yang akan datang dapat berjalan dengan baik secara ekonomi, sosial, lingkungan dan siklus hidup (Grierson et al dalam Harysakti, 2015).

Dalam 2 dekade ini, Arsitektur Biofilik (Biophilic Architecture) telah memperoleh perhatian yang luas terutama dalam menanggapi tantangan pada lingkungan hidup yang kian berkembang (Zhong et al, 2021). Alam (nature) sebagai konteks utama Biofilik memiliki sejarah panjang dimulai dari Taman Gantung Babel hingga Villa Fallingwater karya Frank Llyod Wright (Gambar 1). Biophilia, kemunculan istilahnya di dunia desain dicetuskan oleh E. O. Wilson dalam Biophilia (1984) dan diperjelas lebih dalam lagi pada The Biophilia Hypothesis (Kellert dan Wilson, 1993). Fokus Biophilia adalah pada kebutuhan manusia yang berevolusi akan terkoneksi kembali ke alam. Pengakuan akan keinginan untuk berafiliasi dengan alam ini kemudian menciptakan bidang desain biofilik di lingkungan binaan (Söderlund, 2019). Biofilik kemudian tumbuh dari para kader desainer dan peneliti yang kelompoknya relatif kecil menjadi upaya ekspansif yang menyentuh banyak bidang desain, mulai dari bangunan dan ruang interior hingga desain perkotaan dengan tujuan yang dinyatakan untuk meningkatkan kesehatan dan kebahagiaan manusia melalui koneksi berkelanjutan dengan alam.

contoh integrasi tanaman air atau bentuk alam yang analog dalam arsitektur

Gambar 1 Contoh integrasi tanaman, air atau bentuk alam yang analog dalam arsitektur [(a) Taman Gantung Babel (b) Casa Batllo karya Antoni Gaudi ; (c) Immeubles-Villa Le Corbusier; (d) Fallingwater Frank Lloyd Wright] (Zhong, 2021).

Pada artikel ini dicermati Arsitektur Biofilik sebagai salah satu strategi pada metode perancangan arsitektur berkelanjutan guna menghasilkan karya arsitektur yang dapat menghadirkan lingkungan penyembuhan (healing environment) dimana peran hubungan antara manusia dengan alam menjadi perhatian utamanya (Tekin, 2022).

A. Arsitektur Biofilik

Istilah Biophilia secara umum diperkenalkan oleh Erich Fromm pada tahun 1964 untuk mengekspresikan hubungan antara manusia dengan alam, dengan 'Bio' yang berarti kehidupan dan 'Philia', kebalikan dari 'fobia', yang berarti ketertarikan atau cinta. Selanjutnya Wilson (1984) mendefinisikan Biophilia sebagai “kecenderungan bawaan biologis manusia untuk fokus pada kehidupan yang saling ketergantungan dengan alam”.

Selanjutnya istilah Arsitektur Biofilik didefinisikan sebagai perancangan yang berupaya menciptakan habitat yang baik bagi manusia sebagai organisme biologis dalam lingkungan binaan modern yang dapat memajukan kesehatan, kebugaran, dan kesejahteraan manusia (Kellert et al, 2016). Ada terdapat beberapa Prinsip Arsitektur Biofilik menurut Kellert, yaitu:

  • Desain biofilik membutuhkan keterlibatan berulang dan berkelanjutan dengan alam;
  • Desain biofilik berfokus pada adaptasi manusia terhadap dunia alami yang dari waktu ke waktu secara evolusioner telah meningkatkan kesehatan, kebugaran, dan kesejahteraan manusia;
  • Desain biofilik mendorong keterikatan emosional dengan pengaturan dan tempat tertentu;
  • Desain biofilik mempromosikan interaksi positif antara manusia dan alam yang mendorong rasa hubungan dan tanggung jawab yang lebih luas untuk komunitas manusia dan alam; dan
  • Desain biofilik mendorong solusi arsitektur yang saling memperkuat, saling berhubungan, dan terintegrasi.

B. Parameter & Pola Arsitektur Biofilik

Konsep Arsitektur Biofilik menemukan validitas melalui pengalaman, pengetahuan intuitif, dan contoh historis (Kellert et al, 2011). Dalam Kellert (2016) dan Browning (2014) mendefinisikan alam sebagai artikulasi konteks perancangan biofilik dimana parameter dan pola selalu harus memperhatikan dampak antropogenik terhadap kelestarian lingkungan alam. Keduanya telah menentukan parameter atau pola desain Arsitektur Biofilik seperti tabel di bawah ini:

Parameter / Pola Desain Biofilik (Kellert et al, 2016)
Pengalaman Langsung Dengan Alam Pengalaman Tidak Langsung Dengan Alam Pengalaman Dari Ruang Dan Tempat
  • Cahaya
  • Udara
  • AirTanaman / Tumbuhan
  • Hewan
  • Cuaca
  • Pemandangan Alam dan Ekosistem
  • Api
  • Gambar Alam
  • Material Alami
  • Warna Alami
  • Simulasi Cahaya dan Udara Alami
  • Bentuk Naturalistik 2D & 3D 
  • Membangkitkan Alam
  • Kekayaan Informasi 
  • Usia, Perubahan, &Balutan Waktu
  • Geometri Alami
  • Biomimesis
  • Prospek dan Perlindungan
  • Kompleksitas Terorganisir
  • Integrasi Bagian Untuk Keseluruhan
  • Ruang Transisi
  • Mobilitas dan Pencarian Jalan
  • Penyematan Budaya dan Ekologi Pada Tempat.
Parameter / Pola Desain Biofilik (Browning et al, 2014)
Alam Dalam Ruang Analogi Alam Sifat Ruang
1. Hubungan Visual Dengan Alam - tanaman di dalam dan di luar, atap hijau dan dinding hidup, air, karya seni alam
2. Hubungan Non-Visual Dengan Alam - curahan cahaya
3. Rangsangan Sensorik NonRitmik - awan, bayangan, suara alam, pantulan air
4. Akses Ke Termal dan Variabilitas Aliran Udara - naungan, pancaran panas, tumbuh-tumbuhan musiman
5. Kehadiran Air - sungai, air mancur, air dinding, kolam, aliran air
6. Cahaya Dinamis Dan Difusi Cahaya — cahaya datang dari sudut yang berbeda, pencahayaan difusi sekitar, cahaya sirkadian
7. Hubungan Dengan Sistem Alami — pola musiman, habitat satwa liar, pola diurnal
8. Bentuk Dan Pola Biomorfik - bentuk bangunan organik, sistem struktur (efek savana)
9. Hubungan Material Dengan Alam - kayu, konstruksi tanah dan batu, warna alami
10. Kompleksitas Dan Keteraturan - pola fraktal, garis langit, pemilihan dan variasi tanaman, bahan tekstur dan warna
11. Prospek - pemandangan, balkon, lantai terbuka (void)
12. Tempat Perlindungan - ruang terlindung, kanopi di atas atau langit-langit yang diturunkan, tempat-tempat yang menyediakan persembunyian
13. Misteri - jalan berliku, fitur yang dikaburkan, bentuk yang mengalir
14. Risiko/Bahaya - lantai ke jendela plafon, jalur air, jalan setapak yang tinggi

Arsitektur Biofilik adalah tentang menciptakan habitat yang baik bagi manusia sebagai organisme biologis di lingkungan binaan (Wijesooriya, 2020). Manusia akan selalu berevolusi sebagai respons adaptif terhadap alam dan kemampuan adaptasi ini telah tertanam dalam biologi manusia sejak awal kehidupan. Arsitektur biofilik berusaha untuk membangkitkan kemampuan adaptasi manusia dengan alam pada lingkungan bangunan moderen guna menghadirkan manfaat bagi kesehatan dan kebugaran jasmani rohani.

Arsitektur Biofilik yang sukses harus mendorong koneksi yang berkontribusi pada keseluruhan yang berpotensi untuk mendorong penerapannya secara ekologis pada berbagai skala dari ruang interior yang berbeda, bangunan secara keseluruhan, lansekap sekitarnya, hingga skala perkotaan dan bioregional (Aristizabal, 2021).

Arsitektur Biofilik merupakan kerangka kerja dan metodologi praktis untuk desain lingkungan binaan yang lebih efektif dimana penerapannya yang berhasil pada akhirnya akan bergantung pada adopsi kesadaran baru terhadap alam. Desain biofilik mengharuskan adanya dampak kesejahteraan fisik dan mental manusia yang bergantung pada kualitas hubungan kita dengan alam di mana kita tetap menjadi bagiannya (Xue, 2018).

C. Contoh Aplikasi Arsitektur Biofilik

1. The Amazon Spheres Seattle (2019)

Lingkungan yang sangat mengesankan dan kental dengan nuansa alam sebagai tempat bekerja yang inovatif sembari mampu memberikan ketenangan dan memulihkan pikiran dapat ditemukan pada bangunan The Amazon Spheres ini. Bangunan ini merupakan konsevatori dari sekitar 40000 tanaman dari 700 spesies yang terdapat pada ekologi tropis dunia. Lansekap interior diintegrasikan pada banyak area pertemuan informal di dalam bangunan berbentuk bola-bola dengan material kaca berlantai empat, dimana ruang-ruangnya menjadi tempat untuk terkoneksi dengan orang lain, bersantai, bermeditasi, dan merenung.

Sebagai panduan prinsip desain biofilik, tim desain NBBJ menggunakan Teori Pemulihan Perhatian dimana dilakukan penelitian akan kualitas lansekap interior yang bagaimana yang dapat memberikan manfaat terbesar bagi kesehatan dan kesejahteraan pengguna bangunan. Dengan demikian diharapkan juga memiliki kualitas restoratif yang mendorong keterlibatan mendalam dengan alam dan merangsang pemikiran inovatif, menghilangkan stress, dan memicu kreativitas.

Bangunan The Spheres ini dengan indah mencakup lansekap interior untuk menciptakan pengalaman pengunjung yang menarik. Kombinasi antara tangga, pemandangan, jalan setapak, dan berbagai area berkumpul mendorong pengunjung untuk menjelajahi koleksi pajangan berbagai jenis tanaman dari berbagai sudut pandang, dimana luas pada beberapa titik dan menjadi intim pada titik tertentu. Pajangan koleksi tumbuhan menawarkan pengalaman sensorik yang mendalam, dengan manfaat intelektual yang mencakup pengetahuan etnobotani, konservasi, dan ilmu botani.

Dalam menghadapi perubahan iklim dan tekanan dari pembangunan kontemporer, hutan tropis merupakan salah satu ekosistem yang paling terancam di dunia. Dengan adanya The Spheres yang terbuka untuk umum pada akhir pekan, maka kemampuannya untuk mendidik dan menginspirasi bagi semangat konservasi menjadi sangat luas. Pajangan koleksi flora memungkinkan pengunjung untuk mempelajari sesuatu yang baru pada setiap kunjungannya.

Melalui biophilia, tim NBBJ mengembangkan lingkungan yang tidak hanya memulihkan karyawan, melainkan sekaligus sebagai alat pendidikan dan berkontribusi bagi semangat konservasi dalam skala global.

The Amazon Spheres Seatlle Sean Airhar NBBJ 2019

Gambar 2 The Amazon Spheres Seatlle (Sean Airhart/ NBBJ, 2019).

2. Pasona Urban Farm Tokyo (2010)

Berdiri tepat di pusat kota Tokyo, Pasona Urban Farm merupakan gedung perkantoran perusahaan Pasona Group setinggi sembilan lantai, dengan luasan 215.000 kaki persegi yang merupakan salah satu perusahaan rekrutmen terbesar di Jepang. Gedung ini mengalami proyek renovasi besar-besaran yang terdiri dari fasad hijau berlapis ganda didalamnya terdapat kantor, auditorium, kafetaria, taman atap serta yang paling menonjol adalah fasilitas pertanian perkotaan yang terintegrasi yang terletak di dalam gedung. Ruang Hijau dari bangunan ini memiliki luasan total lebih dari 43.000 kaki persegi dengan 200 spesies termasuk buah-buahan, sayuran dan padi yang dipanen, disiapkan dan disajikan untuk kafetaria di dalam gedung. Jadi fitur alam dari bangunan ini merupakan yang terbesar yang pernah direalisasikan di dalam gedung perkantoran di Jepang.

Didesain oleh Kono Designs pada tahun 2010, bangunan gedung lama direnovasi dengan syarat kulit bangunan dan suprastruktur yang sudah ada dan berumur 50 tahun harus dipertahankan. Hal ini menjadi tantangan utama dalam mendesain dan mengembangkan semua fasad, interior baru dan untuk memberikan identitas baru yang kuat pada bangunan ini. Sebagai solusi desainmaka diciptakan kedalaman dan volume menggunakan fasad kisi-kisi berlapis ganda yang menampung balkon sedalam 3 kaki (± 90 cm) dibuat pada sekeliling perimeter bangunan untuk penanaman dan pertanian, sehingga menciptakan dinding hijau yang hidup dan menjadi identitas dinamis bagi publik.

Solusi desain ini secara faktual merupakan kerugian yang signifikan bagi penghasilan perusahaan dari sisi penyewaaan luasan bersih area perkantoran komersial. Namun demikian, Pasona Group sebagai pemilik gedung sangat percaya bahwa dengan memanfaatkan pertanian perkotaan dan ruang hijau dalam gedung akan berdampak bagi kemaslahatan publik sekaligus menyediakan ruang kerja yang lebih baik bagi karyawan mereka. Komponen Balkon juga sangat membantu dalam menaungi dan melindungi interior sambil dapat memberikan udara segar dengan jendela yang dapat dibuka-tutup. Seluruh fasad bangunan dibungkus pula dengan kisikisi sirip yang dalam sehingga menciptakan kedalaman, volume, dan tatanan lebih variatif bagi dinding hijau organik.

Pada ruang dalam (interior) gedung ini, terdapat banyak ruangan yang isinya merupakan tempat bercocok tanam padi, sayuran, dan buah-buahan yang bertumbuh kembang dan dipanen untuk konsumsi langsung dan segar bagi kafetaria. Dengan demikian fitur alam dalam ruangan ini memberikan kemanfaatan tidak hanya sebagai penyedia efek restoratif melainkan pula sebagai sumber pangan bagi pengguna gedung. Upaya integrasi fitur alam ke dalam bangunan Pasona Group ini menggunakan parameter / pola desain biofilik yakni Alam Dalam Ruang (Nature in the Space) dan/atau Pengalaman Langsung Dengan Alam (Direct Experience of Nature). Pola ini terbentuk sebagaimana ketika manusia melihat tumbuhan, hewan, air, lansekap, dan fitur alam lainnya maka berbagai respon fisik, emosional, dan kognitif akan terpicu. Manusia juga cenderung bereaksi terhadap kontak visual tidak langsung dengan alam, terutama melihat bahan-bahan alami, bentuk organik, dan hal-hal alam lainnya yang menarik secara estetis sehingga dapat pula membangkitkan minat, rasa ingin tahu, imajinasi, dan kreativitasnya.

Pasona Urban Farm Tokyo Kono Designs 2010

Gambar 3 Pasona Urban Farm Tokyo (Kono Designs, 2010).

Kesimpulan

Perkembangan jaman moderen yang telah memicu krisis keberlanjutan yang secara nyata berdampak pada hilangnya keanekaragaman hayati yang sangat besar, penipisan sumber daya alam, pencemaran lingkungan, dan menurunnya kondisi atmosfer yang mendorong terjadinya perubahan iklim global. Pendekatan desain konvensional yang merupakan akumulasi dari beberapa dekade pada lingkungan binaan telah memberikan kontribusi besar terhadap krisis lingkungan ini.

Tanggapan-tanggapan yang mengarah kepada perbaikan terhadap tantangan ini telah menekankan pengurangan dari dampak lingkungan hidup manusia melalui efisiensi energi dan sumber daya, penggunaan material dan bahan yang kurang berpolusi/emisi, daur ulang, dan strategi penting lainnya. Tindakan melestarikan dan memelihara lingkungan alam dari dampak bangunan dan lansekap lingkungan binaan sangat membutuhkan kreasi yang dimulai pada kepedulian terhadap kesehatan fisik dan mental serta kesejahteraan manusia melalui serangkaian koneksi yang berpusat dengan alam (biophilia).

Arsitektur Biofilik sebagai pendekatan perancangan arsitektur berkelanjutan memberikan janji yang baik dalam mengatasi distorsi nilai-nilai hubungan manusia dengan alam di jaman moderen ini yang telah dengan cepat menurunkan mutu lingkungan lingkungan alam akibat segala aktifitasnya. Keberlanjutan (sustainability) menjadi tujuan yang pasti apabila didasarkan pada nilai-nilai positif dan hubungan yang baik antara manusia dengan alam. Keberhasilan penerapan desain biofilik akan sangat bergantung pada pengenalan manusia terhadap potensi alam yang memiliki kemampuan dan vibrasi positif dalam menghadirkan lingkungan penyembuhan bagi manusia untuk menjadi sehat, produktif, inovatif, dan kreatif.

Referensi

[1] Aristizabal, Sara., Kunjoon Byun, Paige Porter, 2021. Biophilic office design: Exploring the impact of a multisensory approach on human well-being. Journal of Environmental Psychology, Volume 77, Oktober 2021, Halaman: 1-15, DOI: doi.org/10.1016/j.jenvp.2021.101682

[2] Browning, W., Ryan, C., Clancy, J., 2014. 14 Patterns of Biophilic Design: Improving Health & Well-Being in the Built Environment. New York, Terrapin Bright Green,LLC.

[3] Fromm, Erich., 1964. The Heart of Man. New York, Harper & Row.

[4] Harysakti, Ave. 2015. Strategi Perancangan Arsitektur Berkelanjutan: Pendekatan Biomimesis. Jurnal Perspektif Arsitektur, Volume 10, Nomor 2, Desember 2015, Halaman: 80-87.

[5 ]Kellert, Stephen R., Edward O. Wilson, 1993. The Biophilia Hypothesis. Washington, Shearwater Books.

[6] Kellert, S.R., Heerwagen, J., Mador, M., 2011. Biophilic Design: The Theory, Science and Practice of Bringing Buildings to Life. John Wiley & Sons.

[7] Kellert, S.R., Calabrese, E.F., 2016. The Practice of Biophilic Design. Tersedia online di: www.biophilic-design.com.

[8] Söderlund, Jana., 2019. The Emergence of Biophilic Design. Switzerland, Springer.

[9] Tekin, Bekir Huseyin., Rhiannon Corcoran, Rosa Urbano Gutierrez, 2022. The impact of biophilic design in Maggie’s Centres: A meta-synthesis analysis. Frontiers of Architectural Research, Volume 11, Issue 1, Februari 2022, Halaman: 209-229, DOI: doi.org/10.1016/j.foar.2022.06.013

[10] Wijesooriya, Niranjika., Arianna Brambilla, 2020. Bridging biophilic design and environmentally sustainable design: A critical review. Journal of Cleaner Production, Volume 283, Februari 2021, Halaman: 1-16, DOI: doi.org/10.1016/j.jclepro.2020.124591

[11] Wilson, Edward O., 1984. Biophillia. Massachusetts, Harvard University Press.

[12] Xue, Fei., Zhonghua Gou, Stephen Siu-Yu Lau, 2018. From biophilic design to biophilic urbanism: Stakeholders’ perspectives. Journal of Cleaner Production, Volume 2011, Februari 2019, Halaman: 1444-1452, DOI: doi.org/10.1016/j.jclepro.2018.11.277

[13] Zhong, Weijie., Torsten Schroder, Juliette Bekkering, 2021. Biophilic design in architecture and its contributions to health, well-being, and sustainability: A critical review. Frontiers of Architectural Research, Volume 11, Issue 1, Februari 2022, Halaman: 114-141, DOI: doi.org/10.1016/j.foar.2021.07.006

*** Artikel ini disadur dari Ave Harysakti, Giris Ngini, Strategi Perancangan Arsitektur Berkelanjutan : Pendekatan Biofilik, Jurnal Perspektif Arsitektur, Volume 16, No. 2, Desember 2021, pp.54-61, Arsitektur Biofilik ***

Posting Komentar

Berikan Komentar (0)

Lebih baru Lebih lama